Bubarkan saja Indonesia Kalau Tanpa Pancasila!

Ketika Pancasila di tetapkan oleh para pendiri bangsa sebagai dasar Negara Nahdlatul Ulama melalui perwakilanya yang ikut menggagas dan menyepakati keputusan itu, karena NU lebih dulu berdiri daripada Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri. Di dalam pengamalan dalam berpancasila pun tak usah diragukan lagi, bahkan ketika Presiden Soeharto menetapkan azas tunggal pancasila NU dengan kapasitasnya sebagai Ormas keagamaan terbesar di dunia dengan jumlah 90 juta jiwa menerima beserta dengan dalil-dalil yang terdapat pada Al-quran
Dalam hal menyebarkan kecintaaan pada pancasila Para kiai NU biasanya semakin sepuh semakin rajin memupuk rasa cinta tanah air kepada para generasi muda. Beliau-beliau menjadi penggerak utama mencintai Indonesia. KH. Maimoen Zubair, Abuya Muhtadi, Habib Lutfi bin Yahya, dan sebagainya, paling bersemangat menjadi teladan dalam mencintai merah putih dan Indonesia.
Lagu Hubbul Wathon Minal Iman atau Mencintai Bangsa Sebagian dari iman karya salah satu pendirinya KH Wahab Chasbullah selalu dikumandangkan pada acara-acara Nahdlatul ulama dari tingkat desa maupun sampai pusat
Perbedaan NU dengan ormas lain adalah merunut akar pandangan terhadap Bung Karno. Di ormas lain, pandangan terhadap Bung Karno sumir, nyinyir, menuduhnya sebagai sekuler, pembunuh partai Islam, pengkhianat Islam karena menghapus 7 kata dalam Piagam Jakarta hingga tuduhan kasar lainnya. Bagi NU, dengan beberapa kekurangan yang dipunyai, Bung Karno adalah salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Jadi tidak heran kalau setiap tahun warga NU mengadakan acara Haul Untuk Bung Karno dan sekaligus mendoakan para syuhada’ Indonesia. Perbedaan cara pandang ini sekaligus juga mempengaruhi pola pikir kebangsaan. Apakah memandang Indonesia sebagai sebuah negara yang lahir dari konspirasi yang meminggirkan kelompok Islam, atau melihat bahwa Indonesia adalah ruang terbuka tempat kompromi kebangsaan dijalankan oleh banyak pihak, antara lain kubu Nasionalis-Sekuler maupun Nasionalis-Relijius di awal pendirian republik ini?
Di luar Indonesia masih terhambat dan sulit mengharmoniskan keislaman dan kebangsaan. Libya misalnya. Di sana kubu nasionalis dan kalangan Islamis tidak bisa bertemu mencari jalan tengah kebangsaan. Akhirnya masing-masing punya pemerintahan tersendiri dan ibukota sendiri. Bersyukurlah kita hidup Di Indonesia, meskipun mengalami pergulatan cukup intens, masing-masing kubu bisa direkatkan dengan Pancasila.
Indonesia sebuah rumah yang sederhana lebih baik daripada rumah mewah bernama khilafah yang masih dalam angan-angan dan selalu di gembor-gemborkan oleh para penghianat bangsa yang tidak setuju dengan konsesus bersama bernama pancasila
Indonesia memang bukan negara ideal, tapi ini realistis, dan butuh proses menjadi lebih baik. Tidak perlu mengganti sistem ketatanegaraan, sebab fondasi yang dibangun oleh para founding fathers sudah kukuh dan bisa diterima semua pemeluk agama dan kelompok. Kalau diubah menjadi bentuk lain, misalnya, juga belum menjadi jaminan bahwa sistem terbaru bisa membawa kemaslahatan.
Mari pada hari kesaktian pancasila ini kita kristalkan kembali semangat pancasila, semangat gotong royong, semangat persatuan dan kesatuan, semangat tidak diadu domba oleh segelintir orang yang hanya memikirkan pribadi dan kelompoknya, semangat bersatu padu memajukan bangsa.